Kippy Bengkulu

Kegiatan AMAN Bengkulu


10.53 | , ,

Masyarakat adat merupakan elemen terbesar pembantuk Negara Bangsa (Nation-State) namun ironisnya masyarakat adat telah menjadi salah satu pihak yang paling banyak dirugikan oleh kebijakan politik pembangunan selama hampir empat dasawarsa. Berbagai kebijakan baik di tingkat nasional maupun di daerah eksistensi komunitas adat belum terakomodasikan bahkan disingkirkan secara sistimatis dari agenda politik pembangunan.
Kebijakan yang dibuat negara secara tidak adil dan tidak demokratis telah mengambil alih hak asal-usul, hak atas wilayah adat dan lain-lain. Perangkat-perangkat kebijakan memaksa uniformalitas dan hegemonistik yang diproduksi dan digunakan secara sistimatis guna memperkuat dan mempertahankan kedaulatan negara atas mayarakat adat.

Dewasa ini, fakta di lapangan berbicara, bahwa hilangnya kedaulatan masyarakat adat atas tanah dan Sumber Daya Alamnya serta segalah kerusakan alam yang terjadi, disebabkan mereka tidak pernah diajak bicara oleh para pembentuk kebijakan. Masyarakat Adat tidak pernah dimintai pendapat dan persetujuannya secara bebas tanpa intimidasi dan manipulasi dalam menentukan kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Alhasil setiap kebijakan negara yang dibentuk selalu memposisikan Masyarakat Adat sebagai penerima resiko dan dampak tanpa memiliki ruang untuk mengajukan keberatan apalagi usul perubahan.

Akumulasi dari system yang selama ini dijalankan telah menimbulkan banyak Konflik antara masyarakat dan pejabat pemerintah serta perusahaan-perusahaan merebak di mana-mana. Dalam sebagian besar kasus, pemerintah tampak tidak mampu atau tidak mau mengambil prakarsa untuk menyelesaikan perselisihan-perselisihan ini dengan cara mengakui hak-hak masyarakat atau membantu pihak perusahaan dan masyarakat untuk menemukan penyelesaian yang setara. Perselisihan-perselisihan ini sesungguhnya merusak pengelolaan hutan yang berkelanjutan, kesempatan mendapatkan keuntungan di pihak perusahaan dan menunda dinikmatinya manfaat pengelolaan tersebut oleh masyarakat.

Dalam banyak perkara tersebut, perusahaan bernegosiasi dengan masyarakat hanya berbekalkan pengetahuan yang sedikit sekali tentang konsep-konsep pemilikan dan penggunaan lahan oleh masyarakat, tidak cukup memahami hak-hak adat dan proses-proses hukum yang layak. Di pihak masyarakat, keterlibatan mereka dalam negosiasi terjadi dengan persiapan yang jauh dari cukup, juga masih kurangnya kesadaran tentang hak-hak mereka, kapasitas negosiasi yang rendah, dan tanpa perlengkapan atau alat-alat yang layak dan cukup untuk memastikan adanya kesepakatan bersama di tingkat komunitasnya tentang perundingan. Dengan demikian penyelesaian pertikaian sering bersifat sementara, mengakibatkan perpecahan di tingkat komunitas, konflik yang berkepanjangan dan mengurangi efektifitas pembangunan.

Suatu pendekatan berdasarkan hak dalam penyelesaian konflik menegaskan pentingnya pengakuan hak atas tanah, pentingnya prinsip menyatakan persetujuan secara bebas berdasarkan informasi yang sejelas-jelasnya tentang sebuah projek pembangunan, dan kesepakatan-kesepakatan berdasarkan negosiasi. Prinsip persetujuan tanpa paksaan setelah mendapatkan informasi adalah prinsip yang diterima secara luas sebagai prinsip hukum dan yurisprudensi internasional. Prinsip ini menghendaki adanya proses-proses pengambilan keputusan untuk mengakui hak masyarakat adat atas tanah dan menjamin adanya negosiasi-negosiasi yang transparan dan tanpa paksaan dalam mencapai penyelesaian sebelum memasuki tahapan pengusulan pembangunan-pembangunan ke depan jika persetujuan telah tercapai.

Dalam rangka turut serta mencari alternatif mekanisme penyelesaian konflik-konflik sumberdaya yang dihadapi oleh berbagai kelompok masyarakat adat yang menjadi anggotanya, bekerjasama dengan Forest People Program, dengan dukungan banyak pihak, AMAN menyelenggarakan sebuah program untuk mempersiapkan kelompok masyarakat adat terpilih dan para pihak yang terlibat konflik sumberdaya alam. Secara umum program ini dimaksudkan agar masyarakat adat dan para pihak yang terkait mampu maju pada suatu proses perundingan untuk menyelesaikan konflik-konflik sumberdaya yang mereka hadapi bersama.


You Might Also Like :


1 komentar:

Anonim mengatakan...

persoalan gerakan masyarakat adalah persoalan kompleks yang tidak bisa di partisi menjadi beberapa bagian, persoalan hak misalnya dia holistik kedalam persoalan ekosob dan politik lebih luas. nah,, dari kondisi yang demikian apakah kemudian dipahami betul oleh masyarakat adat atau sekalipun oleh pegiatnya tentang misalnya penomena dan konstalasi politik komunitas, pemahaman tentang idelogi gerakan masyarakat adat, yang terakhir ini kemudian di AMAN adalah pekerjaan yang belum, mereka belum menetapkan pondasi dan ideologi gerakan sehingga ada kecurigaan dari eksternal gerakan masyarakat adat lebih ekslusif, primordialisme bahkan pendukung feodalisme. Wacana yang oleh Evo Morales tentang sosialisme komunal sangat menarik untuk didiskusikan lebih intensif di AMAN, tetapi apakah kemudian pegiatnya sanggup 'bersetubuh' dengan idelogi gerakan tersebut.??